Buku Saku Manajer (edisi kedua)

Rp 100.000

Banyak manajer dan supervisor merintis kariernya mulai dari bawah. Tidak sedikit dari mereka sebelumnya adalah staf pelaksana terbaik yang sangat menguasai keterampilan teknis di
bidangnya masing-masing. Sebagian lagi mendapat promosi karena kesetiaan, kejujuran, pengabdian dan loyalitas yang tinggi pada perusahaan.

Bagaimana pun juga, agar dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi), serta peran dan tanggung jawab sebagai manajer dan supervisor secara efektif, mereka perlu dibekali dengan keterampilan manajerial dan kepemimpinan yang memadai.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa staf pelaksana terbaik yang dipromosikan menjadi supervisor atau manajer, tidak dapat secara otomatis menjadi manajer yang efektif, karena ada perbedaan pokok dalam kompetensi yang disyaratkan bagi kedua fungsi tersebut.

Buku ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Efektivitas konsep-konsep peningkatan kinerja manajer dan supervisor yang diuraikan dalam buku ini telah dibuktikan oleh ribuan manajer dan supervisor pada berbagai perusahaan dan bidang industri.

Ukuran Buku
Tinggi : 180 mm
Lebar : 110 mm
Jumlah halaman : 230

Kategori:

Deskripsi

Banyak perusahaan yang memilih manajer nya dengan cara promosi dari dalam. Biasanya mereka adalah ‘pelaksana terbaik’ di perusahaan. Sering kali penilaiannya didasarkan pada seberapa baik kinerja pelaksana tersebut pada posisinya saat ini, bukan pada potensi kemampuannya sebagai manajer. Mereka berasumsi bahwa seseorang yang pernah menunjukan kesuksesan di masa lalu merupakan indikator yang menentukan kesuksesannya di masa depan. Padahal kenyataannya tidak demikian. Seorang pelaksana terbaik tidak akan serta merta bisa menjadi manajer yang baik, karena keterampilan yang diperlukan bagi seorang manajer sangat berbeda dengan keterampilan yang diperlukan bagi seorang pelaksana.

Selain keterampilan teknis yang dikuasai oleh pelaksana, faktor lain yang sering digunakan untuk mempromosikan seseorang menjadi manajer adalah alasan kesetiaan, kejujuran dan atau pengabdiannya kepada perusahaan. Hubungan kekerabatan atau pertemanan dengan pimpinan perusahaan, juga alasan lain yang sering menjadi pertimbangan promosi.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan promosi seperti itu, asalkan mereka diberi bekal keterampilan manajerial dan kepemimpinan yang memadai, sehingga mereka mampu menjalankan peran barunya dengan baik. Sayangnya, banyak perusahaan yang tidak memberikan pelatihan yang memadai untuk para manajer yang baru diangkatnya. Alih-alih dilatih melalui sebuah program pengembangan manajemen terpadu, perusahaan lebih sering menggunakan metode “ceburkan ke kolam” untuk melihat kemampuan mereka.

Metode ini akan memaksa para manajer yang baru diangkat untuk “berenang atau tenggelam”. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa setiap orang secara alami mengetahui bagaimana caranya “berenang” atau dengan kata lain seorang pelaksana yang dicemplungkan menjadi manajer dianggap punya kemampuan alami untuk mengelola suatu departemen atau bagian tertentu. Padahal tentu saja mereka tidak punya kemampuan tersebut, karena keterampilan manajerial itu bukan bakat yang dibawa sejak lahir, melainkan perlu dipelajari dan dilatih terlebih dahulu.

Tak heran bila kemudian banyak manajer yang tidak mampu menjalankan tugas pokok, fungsi, peran dan tanggung jawabnya dengan baik.

Posisinya supervisor, namun dalam aktivitas sehari-hari tidak menjalankan fungsi “pengawasan” sebagaimana tupoksi utamanya. Ia malah sering terlibat dalam masalah-masalah teknis, sehingga menjadi orang yang paling sibuk diantara semua pelaksana yang ada. Karena itu mereka lebih tepat disebut sebagai “super-operator” daripada sebagai “manajer”.

Jabatannya manajer, namun ia tidak menjalankan fungsi “pengelolaan” untuk membuat keteraturan dalam organisasi yang dipimpinnya. Ia sering terlibat dalam urusan teknis operasional untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi. Mereka tak ubahnya seperti petugas “pemadam kebakaran“ yang sibuk memadamkan api, dan baru bekerja bila terjadi kebakaran.

Jabatannya CEO, namun ia sering turun terlalu ke bawah mengambil alih pekerjaan manajer atau bahkan melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh manajer. Tak jarang pula ia merangkap semua fungsi manajer—mulai dari manajer lini pertama hingga manajer puncak—dalam organisasi yang dipimpinnya, sehinga lebih tepat disebut sebagai “chief everythings officer”.

Idealnya setiap perusahaan memiliki program pelatihan manajemen dan kepemimpinan yang terintegrasi, sayangnya tidak demikian. Karena itu, setiap manajer dan calon manajer yang sungguh-sungguh ingin menjadi manajer profesional, harus belajar secara mandiri.

Penulis buku ini, saat pertama kali menjadi manajer mengalami hal yang sama. Ia berharap perusahaan multinasional yang baru merekrutnya menjadi supervisor, memiliki Supervisory Development Program yang akan mengajari dan melatih bagaimana caranya untuk menjadi seorang supervisor yang baik, bagaimana cara menjalankan peran sebagai manajer, dan bagaimana cara melatih berbagai keterampilan manajerial yang diperlukan. Kenyataannya tidak demikian, sehingga ia terpaksa belajar secara mandiri. Memelajari keterampilan manajerial dengan caranya sendiri; yang tentu saja efektivitasnya belum teruji.

Buku ini dapat dijadikan pedoman untuk melatih keterampilan manajerial sehingga para manajer bisa menjalankan perannya secara efektif, sehingga dapat membantu menyelamatkan para manajer dan calon manajer dari pengulangan cara belajar yang mahal dan waktu yang lama.

Informasi Tambahan

Berat 0,5 kg

Ulasan

Belum ada ulasan.

Jadilah yang pertama memberikan ulasan “Buku Saku Manajer (edisi kedua)”

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *